Oleh : Idawanni
Minyak atsiri merupakan minyak terbang (volatile), hasil metabolit sekunder dalam tumbuhan. Dapat ditemukan di akar, kulit batang, daun, bunga dan bji. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri yang terbesar di dunia terdapat 40 jenis minyak atsiri yang sudah dikenal, 20 diantaranya adalah minyak potensial yang telah berkembang di pasar serta bernilai ekonomi tinggi. Sementara, masih terdapat sumber-sumber minyak atsiri baru yang terus digali agar beprospek bagi pengguna. Hai ini didukung juga oleh adanya ketersediaan lahan di Indonesia. Salah satu contoh minyak atsiri sangat menjajikan yaitu sereh wangiSerai wangi (Cymbopogon nardus. L) merupakan salah satu jenis tanaman minyak atsiri, yang tergolong sudah berkembang. Dari hasil penyulingan daunnya diperoleh minyak serai wangi yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Citronella Oil. Minyak serai wangi Indonesia dipasaran dunia terkenal dengan nama “Citronella Oil of Java”. Volume ekspor minyak serai wangi beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, Pada tahun 2002 mencapai 142 ton dengan nilai 1.066.000 US $ dan pada tahun 2004 sebesar 114 ton dengan nilai ekspor sebesar 700.000 US $ (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006).
Peranan komoditas ini sangat besar sebagai sumber devisa dan pendapatan petani serta penyerapan tenaga kerja. Produksi minyak serai wangi di Indonesia dihasilkan dari Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Jawa Timur dan Lampung dengan total luas areal seluruh Indonesia pada tahun 2004 mencapai 3492 hektar. (Direktorat Jenderal Perkebunan,2006).
Minyak serai wangi diperoleh dari tanaman serai wangi
yang mengandung senyawa sitronellal sekitar 32 - 45%, geraniol 10 -
12%, sitronellol 11 - 15%, geranil asetat 3 - 8%, sitronellal asetat 2 -
4% dan sedikit me-ngandung seskuiterpen serta senyawa lainnya (Masada,
1976).
Sebelum Perang dunia kedua, Indonesia merupakan negara pengekspor utama minyak serai wangi. Namun saat ini negara produsen utama adalah RRC. Hal ini disebabkan karena produksi minyak serai wangi Indonesia selalu menurun dan mutunya kalah dibanding China dan Taiwan. Pada hal permintaan cukup besar, karena kebutuhan pasar selalu meningkat 3 - 5% per tahun. Negara pengimpor minyak serai wangi Indonesia yaitu Singapura, Jepang, Australia, Meksiko, India, Taiwan, Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Jerman dan Spanyol (Dep. Perdagangan, 2002). Konsumsi minyak serai wangi dunia mencapai 2.000 – 2.500 ton dan baru terpenuhi 50 - 60% saja. China sebagai negara produsen utama hanya mampu memasok 600 - 800 ton per tahun. Sedangkan Indonesia baru dapat memenuhi 200 - 250 ton dari pemintaan minyak serai wangi per tahun (Paimin dan Yunianti, 2002).
DESKRIPSI UMUM TANAMAN SEREH
Tanaman sereh atau sering juga disebut sereh wangi, sereh dapur; merupakan keluarga Gramineae. Nama botani untuk sereh adalah Cymbopogon citratus (DC.) Stapf. Tanaman sereh yang banyak dijumpai di Indonesia adalah dari species yang dikenal sebagai West Indian Lemongrass. Cymbopogon citratus (DC.) Stapf. diperkirakan merupakan tanaman asli di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Indonesia, juga di India bagian selatan, Srilangka, dan Malaysia. Cymbopogon citratus adalah tanaman menahun dengan tinggi antara 50 – 100 cm. Memiliki daun tunggal berjumbai yang dapat mencapai panjang daun hingga 1 m dan lebar antara 1,5 - 2 cm. Tulang daun sejajar dengan tekstur permukaan daun bagian bawah yang agak kasar. Batang tidak berkayu dan berwarna putih keunguan. Memiliki perakaran serabut. Tanaman ini tumbuh berumpun. Sereh termasuk jenis tanaman perenial yang tumbuh dengan cepat (fast growing). Tinggi tanaman dewasa dapat mencapai sekitar 1 meter. Tanaman tropis ini dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 10 hingga 33 0C dengan sinar matahari yang cukup. Pertumbuhan tanaman yang baik dapat dipereoleh pada daerah dengan curah hujan berkisar antara 700 – 3000 mm dengan hari hujan tersebar cukup merata sepanjang tahun. Tanaman sereh dari species Cymbopogon citratus dapat tumbuh dengan optimal hingga ketinggian 1000 meter dpl. Penanaman pada tanah dengan pH antara 5 – 7 dan memiliki drainase yang baik merupakan kondisi yang cukup ideal bagi sereh.
BUDIDAYA SEREH WANGI
Tanaman sereh wangi merupakan salah satu tanaman
penghasil atsiri yang cukup penting di Indonesia. Teknik budidaya
merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan usaha tani,
disamping faktor lingkungan juga ikut menentukan kelanjutan usaha
budidayanya.
Syarat Tumbuh
Pertumbuhan tanaman serai wangi dipengaruhi oleh
kesuburan tanah, iklim dan tinggi tempat diatas permukaan laut, dan
tumbuh di berbagai tipe tanah baik didataran rendah maupun daratan
tinggi sampai dengan ketinggian 1.200 m dpl, dengan ketinggian tempat
optimum 250 m dpl. Untuk pertumbuhan daun yang baik diperlukan iklim
yang lembab, sehingga pada musim kemarau pertumbuhannya menjadi agak
lambat. Tanaman pelindung berpengaruh kurang baik terhadap produksi daun
dan kadar minyaknya. Secara umum serai wangi tumbuh baik pada tanah
gembur sampai liat dengan pH 5,5 – 7,0. Dengan curah hujan rata-rata
1.000 – 1.500 mm/tahun dengan bulan kering 4 - 6 bulan, produksi daun
menjadi turun tetapi rendemen dan mutu minyak meningkat (Zainal et al., 2004).
Persiapan lahan
Bila lokasi lahannya berupa semak belukar cukup
dibabat, dibakar dan langsung dibajak. Setelah pembukaan lahan dilakukan
pengajiran lubang tanam. Jarak tanam ditanah yang subur 100 x 100 cm,
sedangkan di tanah yang kurang subur 75 x 75 cm. Ukuran lubang tanaman
adalah 30 x 30 x 30 cm. Penanaman serai wangi dapat juga dilakukan
dengan sisitem parit, ukuran lebar dan dalam parit sama seperti sistem
lubang. Pada lahan yang topografinya lereng, sebaiknya barisan lubang
atau parit tanam searah kountour. Penanaman serai wangi pada kemiringan
lahan 25 - 30º dengan curah hujan 3.500 mm/th, sebaiknya menggunakan
terasering dan pertanaman secara pagar.
Penanaman
Seminggu setelah penyemprotan herbisida penanaman
sudah dapat dilakukan. Penanaman sebaiknya dilakukan di awal atau
diakhir musim hujan ini menghindari penyiraman. Bibit yang ditanam pada
musim hujan akan tumbuh dengan cepat. Bibit serai wangi ditanam 1 atau 2
batang per lubang tanam. Bila ukuran batang bibit yang akan ditanam
cukup besar, cukup ditanam 1 batang per lubang, tetapi bila kecil-kecil
ditanam 2 batang per lubang. Penanaman dilakukan sampai sedikit diatas
pangkal batang, lalu tanah disekitar bibit dipadatkan.
Penyiangan dan Penyulaman
Penyiangan pertama dilakukan 1 bulan setelah tanam
selanjutnya tiga bulan sekali atau 4 kali dalam setahun tergantung
pertumbuhan gulma. Sedangkan penyulaman dilakukan bila ada bibit yang
belum tumbuh atau mati dalam kurun waktu satu bulan Setelah tanam.
Penyulaman ini sangat penting untuk mempertahankan jumlah populasi dan
produksi. Bibit yang digunakan untuk penyulaman dapat berasal dari
anakan yang sudah ditanam dan hidup disampingnya atau dari rumpun induk
yang sejenis.
Pemupukan
Untuk menjaga kesuburan tanah dan kestabilan
produksi, tanaman serai wangi perlu dipupuk. Pupuk berpengaruh pada
produksi daun dan banyaknya minyak atsiri yang dihasilkan per hektar
(Rusli et al., 1990). Umur satu bulan setelah tanam, beri pupuk
Urea sebanyak 25 gram atau satu sendok makan per rumpun. Pupuk
diberikan dengan cara melingkari rumpun sejarak 25 cm atau satu
jeng-kal. Pemupukan dilakukan bersamaan dengan pengemburan. Dosis pupuk
yang dipakai tergantung dari kondisi tanah baik sifat fisik maupun
kesuburannya. pupuk NPK (37 ; 65 ; 65) dengan dosis 150 - 200 kg/ha, 50
kg KCl/ha (Risfaheri, 1990). Pupuk kandang 2 kg per rumpun yang di
berikan 6 bulan sekali.
Panen
Panen pertama dilakukan pada saat tanaman serai wangi
sudah berumur 5 - 6 bulan setelah tanam dengan cara memotong daun serai
wangi pada 5 cm diatas ligula (batas pelepah dengan helaian daun) dari
daun paling bawah yang belum mati atau kering. Panen selanjutnya dapat
dilakukan setiap 3 bulan pada musim hujan dan setiap 4 bulan pada musim
kemarau. Produksi serai wangi sejak dari panen 1 sampai ke 3 meningkat,
tetapi panen berikutnya sampai panen ke 7 produksi turun hampir 50%.
Terjadinya penurunan produksi daun segar dan minyak setelah tahun ketiga
adalah karena dengan meningkatnya umur rumpun tumbuhnya makin ke atas,
sehingga akar baru yang tumbuh tidak dapat mencapai tanah yang
menyediakan hara. Oleh karena itu untuk meningkatkan produksi daunnya
diperlukan tindakan budidaya terutama pembum-bunan sekitar rumpun
(Mansur, 1990). Untuk tanah yang subur dan tanaman terpelihara dengan
baik, hasil daun segar berkisar 50 – 70 ton/ha/th. Sedangkan untuk
tanaman yang tidak terpelihara dengan baik, Produksinya hanya antara 15 -
20 ton daun segar/ha/ th. (Rusli at al., 1990).
Pasca panen
Jumlah dan mutu serai wangi yang dihasilkan selain ditentukan oleh
jenis tanaman kondisi iklim dan tanah, serta mutu daun waktu panen, juga
ditentukan oleh cara penanganan daun setelah panen dan penyulingan.
Penanganan daun sebelum disuling yang kurang tepat dapat menurunkan
produksi dan mutu minyak. Daun serai wangi yang akan disuling tidak
perlu dipotong-potong pendek. Tetapi sebaiknya daun serai wangi tersebut
dijemur selama 3 - 4 jam atau disimpan di tempat teduh 3 - 4 hari.
Sebetulnya mutu minyak yang terbaik diperoleh dari penyulingan daun
segar. Penjemuran dan pelayuan daun serai wangi sebelum disuling pada
batas tertentu tidak berpengaruh terhadap rendemen minyak. Malahan
penjemuran dan pelayuan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar
sitronellal dan total geraniol dalam minyak. Tetapi dengan penjemuran
atau pelayuan jumlah bahan yang dapat disuling setiap kali penyulingan
bertambah besar, sehingga penyulingan bahan dalam keadaan kering lebih
efiisien. Lama penyulingan untuk ketel penyuling kapasitas 1 ton daun
adalah 5 jam dengan kecepatan penyulingan 120 kg uap/jam. Rendemen
minyak yang dihasilkan sekitar 0,7 – 0,9%. Sebaiknya ketel penyulingan
diberi isolasi untulk mencegah kehilangan panas.DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Perkebunan , 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2004 -2005.Serai wangi. Departemen.Pertanian.Jakarta. 28 hal.
Dep Perindag, 2002. Data statistik eks-por/impot komoditi lain-lain (esential oil). Jakarta
Masada, Y., 1976. Analysis of essential oils by chromatography and mass spectrumetri. A halted Press Book, John Wiley & Sons, Inc, New York
Mansyur, M., 1990. Mutu dan produksi minyak klonunggul T – ANG 1,2,3 dan 113. Prosising Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembang-an Tanaman Industri, Buku VII; Tanaman Atsiri, Seri Pengembang-an No. 13. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor : 1062 – 1067.
Paimin, F.R. dan I. Yunianti, 2002. Pasar ekspor tunggu serai wangi. Majalah Trubus No. 394. PT. Trubus Swadaya. Jakarta : 67 – 68
Rusli, S.,N.Nurjanah,Soedarto,D.Sitepu,Ardi,S dan D.T.Sitorus.1990.Penelitian dan pengembangan minyak atsiri Indonesia,Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat No 2.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.Bogor. 10-14.
Risfaheri, 1990. Pengaruh penjemuran dan pelayauan daun serai wangi terhadap rendemen dan mutu minyaknya. Pembr. Littri vol. XV No. 3 Puslitbangtri. Bogor : 124 – 128.
Zainal, M., Daswir, Indra, Ramadhan, Idris, David,A. dan Julius ,2003. Laporan akhir.Pengembangan Tanaman Perkebunan Berwawasan Konservasi di Sawah Lunto. Kerja sama Pemko Sawah Lunto dengan Puslitbangbun. 32 hal.
Sumber : http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/712-serai-wangi-tanaman-penghasil-atsiri-yang-potensial
0 komentar:
Posting Komentar